Izra Jinga Saeani |
Semula
pengaturan jaminan fidusia di Indonesia tidak dalam bentuk undang-undang,
tetapi tumbuh dan diperkembangkan melalui yursprudensi-yurisprudensi. Di negeri
belanda demikian pula, burgerlijk wetboek belanda tidak mengatur mengenai
fidusia ini, berhubung pada waktu meresepsi hukum romawi, hukum romawi juga
tidak mengatur lembaga fidusia tersebut.Dengan sendirinya KUH Perdata merupakan
tiruan dari burgerlijk wetboek belanda yang disesuaikan melalui asas
konkordansi.[1]
Dalam
pengembangannya eksistensi lembaga fidusia ini didasarkan kepada beberapa
yurisprudensi di negeri Belanda, yaitu :
- Keputusan Hoge Raad dalam bierbrouwerij arrest tanggal 25 Januari 1929,
Nederland Jurisprudensi 1929 nomor 616;
- Keputusan Hoge Raad dalam borenleenbank los arrest tanggal 3 Januari
1941, Nederland Jurisprudensi 1941 nomor 470;
- Keputusan Hoge Raad dalam van gend en los arrest tanggal 7 Maret 1957,
Nederland Jurisprudensi 1976 nomor 91.
Selanjutnya aresst aresst dari Negeri Belanda
tersebut diikuti pula oleh hakim Indonesia. Ini terbukti dengan adanya arrest hoogge-rechtshof Surabaya tanggal
18 Agustus 1932 dalam perkara antara Battafsche
Petroleum Maatschappij (BPM) melawan Pedro
Clignett, yang kemudian diikuti dengan beberapa yurisprudensi lainnya,
diantaranya keputusan Pengadilan Tinggi Surabaya nomor 158/1950/Pdt tanggal 22
Maret 1951, Keputusan Mahkamah Agung nomor 372K/Sip/1970 tanggal 1 September
1977, dan Keputusan Mahkamah Agung Nomor 1500 K/Sip/1978 tanggal 2 Januari
1980.
Dari
yurisprudensi yurisprudensi tersebut dapat diketahui yang melatarbelakangi dan
menjadi penyebab timbulnya lembaga fidusia ini, yaitu :
a.
Mengatasi
masalah yuridisketentuan gadai yang mensyaratkan adanya penguasaan kebendaan
gadai oleh kreditor pemegang gadai;
b.
Memenuhi
kebutuhan masyarakat akan lembaga hak jaminan baru;
c.
Menampung
kebendaan bergerak yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan atau hipotik;
d.
Menciptakan
bentuk lembaga hak jaminan yang proses pembebananya lebih sederhana, mudah dan
cepat;
e.
Memungkinkan
pembebanan benda-benda dalam persediaan, benda dagangan, piutang, peralatan
mesin dan kendaraan motor.
Untuk
pertama kali pada tahun 1985, eksistensi lembaga fidusia ini diakui melalui
undang-undang, yaitu dalam undang-undang nomor 16 tahun 1985 tentang rumah
susun. Undang-undang tentang rumah susun mengatur mengenai hak milik atas
satuan rumah susun yang dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani lembaga
fidusia, jika tanahnya tanah hak pakai atas tanah Negara, kemudian diakui lagi
dalam Undang-undang nomor 4 tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman, yang
juga memberikan kemungkinan terhadap rumah-rumah yang dibangun di atas tanah
yang dimiliki oleh pihak lain dapat dibebani dengan jaminan fidusia.
Untuk
menampung kebutuhan hukum masyarakat luas, sehingga dapat menjamin kepastian
hukum dan memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan, maka
diatur ketentuan hukum yang jelas dan lengkap mengenai lembaga jaminan fidusia
dalam suatu undang-undang, yaitu dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999
tentang Jaminan Fidusia (selanjutnya disebut UUJF), yang mulai berlaku sejak
tanggal 30 September 1999.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar