Selasa, 11 Juli 2017

DASAR HUKUM JAMINAN FIDUSIA


Izra Jinga Saeani

Semula pengaturan jaminan fidusia di Indonesia tidak dalam bentuk undang-undang, tetapi tumbuh dan diperkembangkan melalui yursprudensi-yurisprudensi. Di negeri belanda demikian pula, burgerlijk wetboek belanda tidak mengatur mengenai fidusia ini, berhubung pada waktu meresepsi hukum romawi, hukum romawi juga tidak mengatur lembaga fidusia tersebut.Dengan sendirinya KUH Perdata merupakan tiruan dari burgerlijk wetboek belanda yang disesuaikan melalui asas konkordansi.[1]

Dalam pengembangannya eksistensi lembaga fidusia ini didasarkan kepada beberapa yurisprudensi di negeri Belanda, yaitu :
-      Keputusan Hoge Raad dalam bierbrouwerij arrest tanggal 25 Januari 1929, Nederland Jurisprudensi 1929 nomor 616;
-      Keputusan Hoge Raad dalam borenleenbank los arrest tanggal 3 Januari 1941, Nederland Jurisprudensi 1941 nomor 470;
-      Keputusan Hoge Raad dalam van gend en los arrest tanggal 7 Maret 1957, Nederland Jurisprudensi 1976 nomor 91.

Selanjutnya aresst aresst dari Negeri Belanda tersebut diikuti pula oleh hakim Indonesia. Ini terbukti dengan adanya arrest hoogge-rechtshof Surabaya tanggal 18 Agustus 1932 dalam perkara antara Battafsche Petroleum Maatschappij (BPM) melawan Pedro Clignett, yang kemudian diikuti dengan beberapa yurisprudensi lainnya, diantaranya keputusan Pengadilan Tinggi Surabaya nomor 158/1950/Pdt tanggal 22 Maret 1951, Keputusan Mahkamah Agung nomor 372K/Sip/1970 tanggal 1 September 1977, dan Keputusan Mahkamah Agung Nomor 1500 K/Sip/1978 tanggal 2 Januari 1980.

Minggu, 09 Juli 2017

OBJEK DAN SUBJEK HUKUM JAMINAN FIDUSIA

Izra Jinga saeani


Benda-benda sebagai obyek jaminan fidusia berdasarkan Pasal 1UUJF adalah :

"Benda adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan baikyang berwujud maupun tidak berwujud, yang terdaftar maupun tidakterdaftar, yang bergerak maupun yang tidak bergerak yang tidak dapatdibebani hak tanggungan atau hipotik”.

Lebih lanjut pengaturan mengenai benda jaminan fidusia diatur lagi dalam Pasal 3 UUJF:
                        "Undang-undang ini tidak berlaku terhadap:
a.         Hak Tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan,sepanjang peraturan perundang-undangan yang berlaku menentukanjaminan atas benda-benda tersebut wajib didaftar;
b.        Hipotik atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20M3atau lebih;
c.         Hipotik atas pesawat terbang; dan
d.        Gadai.

Dapat disimpulkan bahwa benda jaminan fidusia adalah benda bergerak atau yang dipersamakan, sehingga maksud dalam huruf b diatas bahwa dasar ukuran 20M3 merupakan batas ukuran yang digunakanbagi yang tidak dapat difidusiakan, sedangkan terhadap huruf c lebih lanjut dijelaskan dalam up grading dan refresing course pada Konferda I.N.I. Jawa Tengah pada tanggal.12-13 April 2003 bahwa Pesawat Terbang dapat difidusiakan tetapi terhadap mesinnya (engine) dapat diletakkan fidusia.

ISTILAH DAN PENGERTIAN HUKUM JAMINAN FIDUSIA



Izra Jinga Saeani

Fidusia menurut asal katanya berasal dari kata "Fides", yang berarti kepercayaan, Sesuai dengan arti kata ini maka hubungan (hukum) antara debitor (pemberi kuasa) dan kreditor (penerima kuasa) merupakan hubungan hukum yang berdasarkan kepercayaan.Pranata jaminan fidusia sudah dikenal dan diberlakukan dalam masyarakat hukum Romawi. Ada dua bentuk jaminan fidusia yaitu fidusia cum creditore dan fidusia cum amico. Keduanya timbul dari perjanjian yang disebut pactum fidusiae yang kemudian diikuti dengan penyerahan hak atau in iure cessio.[1]

Dalam bentuk yang pertama atau lengkapnya fidusia cum creditare contracta yang berarti janji kepercayaan yang dibuat dengan kreditor, dikatakan bahwa debitor akan mengalihkan kepemilikan atas suatu benda kepada kreditor sebagai jaminan atas utangnya dengan kesepakatan bahwa kreditor akan mengalihkan kembali kepemilikan tersebut kepada debitor apabila utangnya sudah dibayar lunas.