Minggu, 09 Juli 2017

ISTILAH DAN PENGERTIAN HUKUM JAMINAN FIDUSIA



Izra Jinga Saeani

Fidusia menurut asal katanya berasal dari kata "Fides", yang berarti kepercayaan, Sesuai dengan arti kata ini maka hubungan (hukum) antara debitor (pemberi kuasa) dan kreditor (penerima kuasa) merupakan hubungan hukum yang berdasarkan kepercayaan.Pranata jaminan fidusia sudah dikenal dan diberlakukan dalam masyarakat hukum Romawi. Ada dua bentuk jaminan fidusia yaitu fidusia cum creditore dan fidusia cum amico. Keduanya timbul dari perjanjian yang disebut pactum fidusiae yang kemudian diikuti dengan penyerahan hak atau in iure cessio.[1]

Dalam bentuk yang pertama atau lengkapnya fidusia cum creditare contracta yang berarti janji kepercayaan yang dibuat dengan kreditor, dikatakan bahwa debitor akan mengalihkan kepemilikan atas suatu benda kepada kreditor sebagai jaminan atas utangnya dengan kesepakatan bahwa kreditor akan mengalihkan kembali kepemilikan tersebut kepada debitor apabila utangnya sudah dibayar lunas.


Fidusia merupakan istilah yang sudah lama dikenal dalam bahasa Indonesia. Undang-undang yang khusus mengatur tentang hal ini, yaitu UUJF juga menggunakan istilah "fidusia".Dengan demikian, istilah"fidusia" sudah merupakan istilah resmi dalam dunia hukum kita. Akan tetapi, kadang-kadang dalam bahasa Indonesia untuk fidusia ini disebut juga dengan istilah "Penyerahan Hak Milik Secara Kepercayaan".

Dalam literatur Belanda jaminan fidusia ini dikenal juga dalam istilah-istilah sebagai berikut:
(1)      Zekerheids-eigendom (Hak Milik sebagai Jaminan).
(2)      Bezitloos Zekerheidsrecht (jaminan tanpa Menguasai).
(3)      Ver ruimd Pand Begrip (Gadai yang Diperluas).
(4)      Eigendom Overdracht tot Zekerheid (Penyerahan Hak Milik – secara jaminan).
(5)      Bezitloos Pand (Gadai tanpa Penguasaan).
(6)      Een Verkapt Pand Recht (Gadai Berselubung).
(7)      Uitbaouw dari Pand (Gadai yang Diperluas).

Meskipun secara praktek fidusia bukan barang baru di Indonesia, tetapi ketentuan perundang-undangannya baru ada pada tahun 1999 dengan nya UUJF pada tanggal 30 September 1999 dan pada hari itu juga diundangkan dalam Lembaran negara nomor 168. UUJF tidak muncul begitu saja, tetapi merupakan reaksi atas kebutuhan dan pelaksanaan praktek fidusia yang selama ini berjalan, maka kiranya akan lebih mudah bagi kita untuk mengerti ketentuan-ketentuan UUJF, kalau kita memahami praktek dan permasalahan praktek yang selama ini ada.

Reaksi yang dimaksud salah satunya adalah lesunya perekonomian saat itu, dimana kebutuhan akan modal yang tinggi tidak dimbangi oleh penyediaan modal yang cukup, sehingga dalam rangka efisiensi modal maka pinjaman dilakukan hanya sebatas pada pembelian alat-alat produksi yang belum ada, sedangkan terhadap alat-alat produksi yang sudah ada tidak lagi perlu untuk diperbaharui tetapi tetap digunakan sekaligus dijadikan bagian dari jaminan atas pinjaman utang untuk usaha, konsep tersebut merupakan reaksi atas inefisiensi dari perjanjian jaminan gadai yang selama ini dikenal dalam praktek, dimana benda jaminan harus berada dalam penguasaan perierima gadai, kondisi demikian menghambat bagi dunia usaha, maka dibentuklah perjanjian jaminan fidusia.

Pasal 1 Undang-undang fidusia memberikan batasan dan pengertian berikut:
"Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda. jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya"

Menurut penulis pengertian fidusia adalah hak milik sebagai jaminan juga benar karena memang yang dapat dibebankan dengan jaminan fidusia harus benar merupakan milik pemberi fidusia dan bukan milik orang lain atau pihak lain (pihak ketiga), pengertian hak jaminan tanpa penguasaan juga memiliki dasar pemikiran karena. dalam fidusia memang benda dibebankan sebagai jaminan tanpa adanya penguasaan. atas benda jaminan tersebut oleh penerima fidusia, sedangkan terhadap pandangan gadai yang diperluas jika berpatokan pada pelaksanaan gadai yang lebih dikenal saat itu maka wajar praktek fidusia dianggap sebagai begian dari praktek gadai dalam tata cara yang lain, namun menurut penulis hal demikian belumlah tepat, sedangkan dalam pandangan A. Veenhoven disebutkan sebagai penyerahan hak milik sebagai jaminan didasarkan pada kenyataan bahwa memang dalam perjanjian fidusia hak milik dibebankan sebagai jaminan, walau banyaknya pendapat-pendapat mengenai fidusia, namun pendapat-pendapat tersebut tidak jauh dari pengertian fidusia yang kita kenal dalam praktek.

Fidusia dalam bahasa Indonesia disebut juga dengan istilah "penyerahan hak milik secara kepercayaan". Dalam terminology Belandanya sering disebut dengan istilah tengkapnya berupa Fidusiare Eigendonts Overdracht (FEO), sedangkan dalam bahasa Inggrisnya secara lengkap sering disebut dengan istilah Fidusiary Transfer of Ownership. Digunakannya pengertian penyerahan hak milik secara kepercayaan lebih didasarkan pada konsepsi praktek yang coba rangkum dalam UUJF sebagai hal-hal dasar yang akan ingin di atur dalam UUJF, dari rumusan hak milik dasar yang dimaksud adalah benda jaminan harus merupakan hak milik dari pemberi fidusia, sedangkan penyerahan secara kepercayaan adalah penekanan praktek untuk memberikan landas hukum yang selama ini dikenal dalam fidusia. yaitu pembebanan jaminan atas benda tanpa. adanya penguasaan penerima fidusia terhadap fisik benda tersebut.

Sedangkan pengertian jaminan fidusia itu sendiri adalah hak jaminan atas benda baik yang berwujud maupun yang tidak bewujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan bagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya. Dengan adanya UUJF maka penerima fidusia diberikan hak sebagai kreditur preferen atas piutangnya, kedudukan tersebut sama dengan kedudukan yang diberikan terhadap pemegang kreditur Hak Tanggungan berdasarkan tingkatan-tingkatannya.


[1] Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan yang Didambakan, (Bandung : Alumni, 2007), hlm. 6

Tidak ada komentar: